Oleh: Dr H Abdul Mu’ti,
Sektretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Secara umum, tajdid di dalam Muhammadiyah memiliki tiga aspek: pemikiran, praksis gerakan dan etos. Aspek pemikiran meliputi metode atau pendekatan dan hasil-hasilnya. Aspek praksis gerakan terkait dengan tata kelola organisasi dan inovasi teknologi. Aspek etos berhubungan dengan world-view (pandangan dunia), value (nilai-nilai) dan etik.
Menurut Muhammadiyah pintu ijtihad masih terbuka. Hal ini mengandung pengertian bahwa tajdid harus terus-menerus dilakukan. Kedua, hasil ijtihad terdahulu merupakan ra’yu (pemikiran) yang mungkin dikaji ulang: diperkuat, disempurnakan, atau dirubah. Ketiga, tajdid merupakan proses heuristic, bahwa solusi atas suatu problem bukan final state (tahap akhir), tetapi bisa menjadi babak awal suatu masalah.
Bagi Muhammadiyah , tajdid merupakan proses aktif dan kreatif untuk menyelesaikan masalah konkret dan realistis. Tajdid merupakan wujud tanggung jawab kerisalahan dan kekhalifahan Muhammadiyah atas kehidupan umat.
Tajdid tidak dilakukan untuk kegenitan intelektual, akrobat pemikiran atau sensasi pemberitaan. Tetapi untuk panduan, pencerahan, dan jalan keluar berbagai persoalan nyata yang dihadapi masyarakat.
Oleh karena itu, tajdid Muhammadiyah harus dilihat sebagai keseluruhan proses yang terkait dengan bidang pemikiran, keagamaan dan muamalah duniawiyah.
Tajdid dapat berupa kontekstualisasi pemikiran dalam bidang yang baru, bukan selalu pemikiran yang sama sekali baru.
Etos pembaruan meliputi lima prinsip. Pertama, prinsip tauhid yang murni. Prinsip ini melahirkan sikap terbuka dan jiwa merdeka. Tauhid menumbuhkan egalitarianisme kemanusiaan yang membangkitkan spirit level. Setiap manusia bisa meraih level tertinggi dengan kualitas ilmu dan iman.
Kedua, prinsip bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah tuntunan yang lengkap, sempurna dan relevan di setiap waktu dan tempat. Hal ini meniscayakan upaya terus-menerus untuk memperteguh keyakinan dan memperluas pemahaman. Teks wahyu bersifat static, tetapi permasalahan selalu berkembang.
Hal ini meniscayakan ijtihad dengan pemahaman atas wahyu yang progresif.
Ketiga, prinsip tanggung jawab. Bahwa sebagai hamba Allah, manusia bertanggung jawab untuk menyebarluaskan ajaran Islam dan menciptakan kemakmuran di muka bumi. Tajdid adalah usaha kreatif manusia dalam memecahkan masalah dengan menggunakan kekuatan ilmu dan akalnya berdasarkan wahyu.
Keempat, prinsip relativitas. Metode dan hasil ijtihad merupakan buah pemikiran manusia yang kebenarannya bersifat relatif dan subyektif karena kualitas ilmu, perbedaan konteks dan kecenderungan personal para mujtahid. Peradaban akan berkembang manakala manusia tidak mensakralkan dan memutlakkan kebenaran pendapatnya.
Kelima, prinsip kemajuan. Ijtihad dikembangkan dengan melihat realitas kekinian secara komprehensif dan berorientasi futuristis (mencandra jauh ke masa depan) bukan romantis (memuja masa lalu).
Di antara kunci keberhasilan Muhammadiyah adalah konsistensinya memelihara tradisi tajdid. Salah satu contoh adalah bagaimana Muhammadiyah secara sadar dan sistematis berusaha mengatasi masalah lingkungan.
Majelis lingkungan hidup telah menerbitkan buku teologi lingkungan yang memuat pandangan dan tuntunan untuk menyelamatkan lingkungan. Para ahli meramalkan di masa depan, krisis terbesar yang dihadapi manusia adalah air. Tanda-tandanya sudah terlihat jelas. Oleh karena itu, Munas Majelis Tarjih bulan ini akan membahas Fiqih Air.
SMK Muhammadiyah Gondang Legi Malang, menciptakan mobil bertenaga surya sebagai solusi krisis energi dan mahalnya bahan bakar minyak.
SMK Muhammadiyah Padang menciptakan motor pemadam kebakaran. Mobil pemadam kebakaran hanya bisa menjangkau kawasan dengan akses jalan luas. Motor pemadam kebakaran dapat menjangkau kampung di jalan sempit sehingga dapat menyelamatkan manusia dari korban kebakaran.
Majelis Pemberdayaan Masyarakat mengembangkan pertanian organik dengan pupuk, pestisida, dan pengairan organik untuk meningkatkan produktivitas pertanian, meningkatkan kesejahteraan petani, menjawab trend kebutuhan pangan masyarakat kota dan melestarikan alam semesta.
Universitas Muhammadiyah Malang mengembangkan pembangkit listrik tenaga air dengan memanfaatkan sungai yang mengalir di tengah kampus.
Tentu masih banyak lagi berbagai inovasi dan penemuan yang dikembangkan oleh warga Muhammadiyah .
Demikianlah tradisi tajdid di dalam Muhammadiyah . Dengan tajdid, Muhammadiyah senantiasa hadir. Tidak hanya untuk mempertahankan eksistensi dan memelihara identitasnya tetapi untuk memajukan umat dan bangsa•
suara muhammadiyah nomor 05 tahun 2014 (1-15 maret) halaman 27
0 komentar:
Posting Komentar